Minggu, 18 Mei 2014

laporan praktikum EKOLOGI PERAIRAN



PENDAHULUAN

LatarBelakang
Kata ekologi pertama kali diperkenalkan oleh Ernest Haeckel, ahli Biologi Jerman pada tahun 1869. Arti kata Olkos yang berarti rumah atau tempat tinggal dan logos bersifat telaah dan studi. Jadi Ekologi didefinisikan sebagai “ilmu yang mempelajari hubungan timbal – balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya”. Yang dimaksud makhluk hidup adalah “kelompok” dari makhluk hidup itu sendiri (Resosoedarmo, et al., 1990).
Menurut Efendi (2003) dalam Apridayanti (2008), menyatakan air menutupi sekitar 7% permukaan bumi dengan jumlah sekitar 1368 juta Km3. Air terdapat berbagai bentuk, misalnya uap air, es, cairan dan salju. Air tawar terutama terdapat di sungai, danau, air tanah dan gunung es.Semua badan air di daratan dihubungkan dengan laut dan atmosfer melalui siklus hidrologi yang berlangsung secara kontinyu.
Sungai merupakan suatu sitem yang dinamis dengan segala aktivitas yang berlangsung antara komponen-komponen lingkungan yang terdapat di dalamnya .Adanya dinamika tersebut akan menyebabkan suatu sungai berada dalam keseimbangan ekologis sejauh sungai tidak menerima bahan-bahan asing ini dapat ditolerir dan kondisi keseimbangan masih tetap dapat dipertahankan (Barus, 2002).
Tujuan Praktikum
Tujuan dari pratikum ini adalah untuk melatih dan meningkatkan kemampuan siswa dalam :
Keterampilan Kognitif :
Komparansi antara teori dan kondisi di lapangan
Pengintegraian pemahaman berbagai teori
Penerapan teori pada keadaan nyatadi lapangan
Keterampilan Afektif :
Perencanaan kegiatan secara mandiri
Kemampuan kerja sama
Pengkomunikasian hasil belajar
Keterampilan Psikomotrik :
Penguasaan pemasangan peralatan
Penggunaan peralatan dan instrument tertentu
Kegunaan Praktikum
Kegunaan dari pratikum ini adalah :
Mengenalkan sekaligus menumbuhkan rasa empati mahasiswa terhadap ekosistem sungai dan ekosistem kolam
Meningkatkan kemampuan teknis dalam mengukur parameter kimia dan biologi
Bagi peneliti atau lembaga ilmiah, sebagai sumber informasi keilmuan dan dasar untuk penulisan ataupun penelitian lebih lanjut berkaitan dengan ekosistem sungai dan ekosistem kolam
Waktu dan Tempat
Kegiatan praktikum Ekologi Perairan dilakukan di lapang dan di laboratorium.Praktikum lapang Ekologi Perairan dilaksanakan pada tanggal 03 Mei 2014 pukul 07.00 – 12.00 WIB dilaksanakan di mata air Sumber Awan Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang. Praktikum laboratorium Ekologi Perairan dilaksanakan pada  tanggal 04 Mei 2014 pukul 09.45 – 12.00 WIB di laboratorium Reproduksi Ikan, Pembenihan Ikan, dan Pemuliaan Ikan Gedung D Lantai 1 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya Malang.















2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Ekologi Perairan
Ekologi adalah ilmu pengetahuan tentang hubungan antara organism dan lingkungannya. R.ester mengemukakan istilah tersebut pada tahun 1865 (Kormandy, 1965) dengan menggabungkan dua kata dari bahasa Yunani, logos yang berarti pengetahuan tentang dan oikos yang berarti rumah. Dua kata ini yang membedakan dari ilmu-ilmu yang lainnya.Haeckel mendefinisikan ekologi sebagai suatu keseluruhan pengetahuan yang berkaitan dengan hubungan-hubungan total antara organism dengan lingkungannya yang bersifat organic maupunanorganik (Wolf, et al., 1998).
Biasanya ekologi didefinisikan sebagai suatu studi hubungan organism atau grup-grup organism dengan lingkungannya. Ekologi menyangkut aspek biologi dari kelompok-kelompok organisme serta fungsinya, sehingga dalam pandangan ekologi modern, ekologi didefinisikan sebagai suatu studi struktur dan fungsi alam, dalam hal ini manusia merupakan bagian dari alam (Batu, 1983).
2.2 Ciri-Ciri Ekologi Sungai
Menurut Barus (2002), ekosistem lotik atau sungai dibagi menjadi beberapa. Zona dimulai dengan zona krenal (mata air) yang umumnya terdapat di daerah hulu dan yang selanjutnya aliran dan beberapa mata air akan membentuk di pegunungan yang disebut zona rithal, ditandai relief aliran sungai yang terjal. Adanya perbedaan keterjalan dan topografi aliran sungai menyebabkan kecepatan arus mulai dari daerah hulu sampai hilir akan bervariasi. Daerah hulu ditandai dengan kecepatan arus yang tinggi dan kecepatan arus tersebut akan berkurang pada aliran sungai yang mendekati daerah hilir.
Menurut Odum (1993) menyatakan bahwa, pada umumnya, perbedaan antara aliran air dan kolam berputar disekitar 3 kondisi :
Arus adalah factor yang paling mengendalikan dan merupakan factor pembatas di aliran air.
Pertukaran tanah – air relative lebih ekstensif pada aliran air yang menghasilkan ekosistem yang lebih “terbuka” dan suatu metabolisme komunitas tipe “heterotrofik”
Tekanan oksigen biasanya lebih merata dalam aliran air dan stratifikasi termal maupun kimiawi akan dapat diabaikan
2.3 Ciri-Ciri Ekologi Kolam
Kolam adalah daerah perairan yang kecil dimana zona litoralnya relative besar dan daerah limnetic serta profundal kecil atau tidak ada. Stratifikasi tidak terlalu penting. Kolam dapat dijumpai di kebanyakan daerah dengan curah hujan yang cukup.Kolam-kolam terus-menerus terbentuk, contohnya bila aliran berpindah, meninggalkan bekas aliran terisolasi sebagai perairan tergenang (Odum, 1993).
Jika kita mengamati kolam secara keseluruhan sebagai suatu ekosistem, maka dapat dibutuhkan bahwa kolam bukan hanya tempat tumbuhan dan hewan. Akan tetapi, tumbuhan dan hewan tersebut turut dapat serta membentuk suatu system dalam kolam, jadi ada hubungan biotic dan abiotic (Batu, 1993).
Ciri-ciri ekologi tawar adalah antara lain variasi suhu tidak mencolok, penetrasi cahaya kurang, dan dipengaruhi oleh iklim dan cuaca. Macam kebutuhan yang terbanyak adalah ganggang, sedangkan yang lainnya adalah tumbuhan biji. Hampir semua filum hewan terdapat dalam air tawar. Organisme yang di air tawar biasanya bersel satu dan dinding selnya kuat (Rifqi, 2009).
2.4 Siklus Hidrologi
Menurut Irwan (1994), sebagian besar (98,6%) terdapat di laut, sebagian lainnya sekitar 1,2 % terdapat di gunung –gunung es di kutub, kurang 0,001% air terdapat di atmosfer. Air hujan jatuh kemana-mana di bumi ini dalam beberapa cara. Sebagian besar ada yang bertahan untuk sementara di tempat jatuhnya semula(di atas tanah), kemudian kembali ke atmosfer oleh penguapan (evaporasi) dan transportasi tumbuhan. Sebagian lagi mencari jalan ke tempat yang lebih rendah dan akhirnya sampai ke sungai yang disebut air larian. Ada pula yang meresap ke dalam tanah, yang kemudian air tanah.Air tanah maupun air larian (sungai). Ini pun sebagian akan kembali ke atmosfer melalui penguapan dan transpirasi tumbuhan. Disini terlihat bahwa air yang ada di atmosfer selalu dipengaruhi melalui penguapan dan jasa baik tumbuhan.
Bila air hujan jatuh di tanah, segera menguap kembali ke udara. Dari air yang tidak segera menguap diantaranya ada yang diserap tanaman atau diminum hewan, ada yang run off (mengalir) pada permukaan tanah menjadi aliran air atau danau dan ada yang menembus tanah ke tingkat air di bawah. Air pada aliran air dan danau maupun air sub permukaan kemudian mengalir ke laut. Terdapat evaporasi konstan dari aliran air, sungai kecil, danau dan laut. Energi untuk evaporasi ini sebagian besar berasal dari radiasi matahari langsung maupun tidak langsung (Heddy, et al.,1997).

(Google Image, 2014)
2.5 Rantai Makanan
Rantai makanan merupakan perpindahan energi makanan dari sumberdaya tumbuhan melalui seri organisme atau melalui jalur makan-memakan (tumbuhan-herbivora-carnivora). Pada setiap tahap pemindahan 80-90% energi potensial hilang sebagai panas, karena itu langkah-langkah dalam rantai makanan terbatas 4-5 langkah saja. Dengan kata lain dapat disebutkan bahwa semakin pendek rantai makanan, makin besar energi tersedia (Heddy et al.,1994).  Menurut Resosoedarmo, et al (1990) menyatakan bahwa, semakin pendek rantai pangan ini semakin dekat jarak antara organisme pada permukaan dan organisme pada ujung rantai dan semakin besar pula energi yang dapat disimpan dalam tubuh.
Energi pangan sumberdaya di dalam tumbuh-tumbuhan melalui satu seri organisme dengan diulang-ulang dimakan dan memakan dinamakan rantai makanan. Rantai-rantai pangan terdiri dari dua tipe dasar, rantai pangan rerumputan yang mulai dari dasar tumbuh-tumbuhan hijau herbivora yang merumput dan terus ke karnivora dan rantai pangan sisa, yang dimulai dari bahan-bahan mati ke mikroorganisme dan kemudian yang pemakan detrivora dan pemangsanya (Odum, 1993).









(Google Image, 2014)
2.6 Hubungan Interaksi Antar Organisme
Menurut Odum (1993), terdapat 9 interaksi penting yaitu :
Neutralisme, dimana tidak ada satupun populasi yang terpengaruhi oleh asosiasi dengan lain.
Tipe persaingan yang saling menghalangi (mutual inhibition competition type) dalam mana kedua populasi secara aktif saling menghalang-halangi.
Tipe persaingan penggunaan sumberdaya di dalam mana tiap populasi mempunyai pengaruh merugikan yang lain dalam perjuangannya untuk memperoleh sumber-sumber yang persediaannya berada pada kekurangan.
Amansalisme, didalam mana satu populasi dihalang-halangi sedangkan yang lainnya tidak terpengaruhi.
Parasitisme, dimana bila salah satu organisme hidup pada organisme lain dan mengambil makanan dari inangnya sehingga bersifat merugikan inangnya.
Pemangsaan, dimana satu populasi merugikan yang lain dengan cara menyerang secara langsung tetapi meskipun begitu bergantung kepada yang lain.
Commensalisme, dimana satu populasi diuntungkan sedangkan yang lain tidak terpengaruhi
Protocooperation, dalam mana kedua populasi memperoleh keuntungan dengan adanya asosiasi itu tetapi hubungan itu tidak merupakan suatu keharusan
Mutualisme, dimana pertumbuhan dan kehidupan kedua populasi itu mendapat keuntungan dan tidak satupun dapat hidup di alam tanpa yang lain.
Menurut Smith (1992), terdapat 9 perbedaan interaksi yang terjadi pada populasi yaitu antara lain :
Jika dua populasi menguntungkan satu sama lain disebut mutualisme
Ketika salah satu spesies memberi keuntungan untuk kesejahteraan yang lainnya tetapi tidak berdampak apapun pada dirinya disebut dengan komensalisme
Jika salah satu spesies menyebabkan efek yang kurang baik untuk populasi lain, tetapi spesies yang ditumpangi tidak terpengaruh maka disebut amensalisme
Jika hubungan bukan untuk bertahan hidup maka disebut non-obligatory mutualisme
Jika hubungan kedua spesies untuk bertahan hidup disebut obligatory mutualisme
Jika hubungan kedua spesies merusak atau bersaing satu sama lain disebut kompetisi
Jika hubungan menguntungkan salah satu spesies dengan membunuh dan memangsa disebut predasi
Jika hubungan menguntungkan salah satu spesies dengan mengambil makanan organisme lain sehingga lama-kelamaan organisme yang diambil makanannya mati disebut parasitisme
Sedangkan tipe spesial dari kombinasi hubungan predasi dan parasitisme disebut parasitoidisme
2.7 Faktor-Faktor Ekosistem Sungai
2.7.1 Faktor Fisika
Menurut Odum (1993), didalam aliran air yang besar atau sungai, arus dapat berkurang sedemikian rupa, sehingga menyerupai kondisi air tergenang. Tetapi arus adalah faktor utama yang paling penting yang membuat kehidupan kolam dan air deras amat berbeda dan mengatur perbedaan di beberapa tempat dari suatu aliran. Kecepatan arus ditentukan oleh kemiringan, kekasaran dan kelebaran dasarnya.
Kecerahan perairan adalah suatu kondisi yang menunjukkan kemampuan cahaya untuk menembus lapisan air pada kedalaman tertentu. Pada perairan alami kecerahan sangat penting karena erat kaitannya dengan aktifitas fotosintesis (Sari dan Usman, 2012).
Menurut Efendi (2003) dalam Wijaya (2009), pada perairan sungai biasanya terjadi percampuran massa air secara menyeluruh dan tidak terbentuk stratifikasi vertikal kolom air seperti pada perairan lentik. Sungai dicirikan oleh arus yang searah dan relatif kencang, serta sangat dipengaruhi oleh waktu, iklim dan pola aliran air. Kecepatan arus, erosi dan sedimentasi merupakan fenomena yang umum terjadi di sungai sehingga kehidupan flora dan fauna pada sungai dipengaruhi oleh tiga varoiabel tersebut.
2.7.2 Faktor Kimia
Menurut Cole (1983) dalam Ward (1992), menyatakan bahwa pH perairan alami berkisar dari <3,0 sampai >12. Kebanyakan perairan yang tidak terpolusi memiliki rentang pH 6 – 9. Secara umum pH meningkat dan permukaan air ke dasar perairan sungai dan dari bawah ke atas untuk danau. Perairan yang asam ditandai dengan keragaman spesiesnya yang rendah dan produktivitasnya yang rendah. Komponen utama dapat hilang oleh fauna dari badan air yang paling asam.
Walaupun organisme di dalam aliran air lebih menghadapi ekstrim. Dalam hal ini sudah dan arus, dibandingkan dengan organisme kolam, tetapi pada kondisi alam, oksigen biasanya tidak amat bervariasi karena aliran air biasanya mengandung oksigen dalam jumlah yang cukup. Bahkan dalam keadaan tanpa tanaman hijau. Oleh karena itu, binatang air biasanya mempunyai toleransi yang sempit dan terutama peka terhadap kekurangan oksigen dan cepat berubah oleh pencemaran organik dan tipe apapun yang mengurai kadar oksigen (Odum, 1993).
2.7.3 Faktor Biologi
Menurut Goldmen dan Home (1983), organisme yang dapat pada perairan mengalir amtara lain adalah virus, bakteri, jamur algae, makrofita, protozoa, rotifera, crustacea, serangga air, cacing, molusca, ikan dan lain-lain.
 Menurut Odum (1993), umumnya invertebrata bentik mempunyai kerapatan yang paling tinggi pada komunitas air deras. Semnetara nekton dan bentuk-bentuk penggali dalam aliran air seperti kerang, ogenata penggali dan Ephemerophtera lebih dijumpai diperairan tenang.
Di perairan alami produsen yang sangat penting adalah algae, dimana didaratan, tumbuhan tingkat tinggi melakukan peranan ini dan mareka juga penting di zona litoral danau, di badan air yang kecil dan di sungai-sungai. Di perairan alami umumnya mungkin untuk dibedakan antara rantai konsumen pelagik dan bentik (Mahmudi, 2005).
2.8 Faktor-Faktor Ekosistem Kolam
2.8.1 Faktor Fisika
Menurut Odum (1971) dalam Batu (1983), menyatakan bahwa pada air kolam terdapat stratifikasi, yaitu produksi di sebelah atas dan regenerasi dimana terjadi dekomposisi di sebelah bawah. Sebagian energi yang difiksasi di zona photic.
Kedalaman perairan dimana proses fotosintesi dengan proses respirasi disebut kedalaman kompensasi. Kedalaman kompensasi biasanya terjadi pada saat cahaya di dalam kolam air hanya hingga 1% dari seluruh intensitas cahaya yang mengalami penetrasi di permukaan air. Kedalaman kompensasi sangat dipengaruhi oleh kekeruhan dan keberadaan awan berfluktuasi secara harian dan musiman (Efendi, 2003).
2.8.2 Faktor Kimia
Sumber oksigen terlarut dapat berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer (sekitar 35%) dan aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton (Riovity dan olem, 1994). Difusi oksigen dan atmosfer ke dalam air dapat terjadi secara langsung pada kondisi air diam. Jadi pada ekosistem air diam sumber utama oksigen berasal dari fotosintesis pada organisme aquatik (Efendi, 2003).
Menurut Odum (2002), nilai pH suatu ekosistem air dapat berfluktuasi terutama dipengaruhi oleh aktifitas fotosintesis. Organisme air dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai basa lemah (Baur, 1987., Brehm dan Meijering1990., Brakke, et al., 1992). Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme air pada umumnya terdapat antara 7-8,5.

2.8.3 Faktor Biologi
Beberapa binatang kolam temporer seperti udang-udangan (Eubranchiopoda) terutama menonjol karena dapat beradaptasi dengan baik dan amat terbatas penyebarannya pada kolam sementara. Telurnya dapat bertahan hidup dalam tanah yang kering untuk beberapa bulan, dimana perkembangan dan reproduksi terjadi untuk periode yang pendek pada akhir musim dingi (Odum, 1993).
Berdasarkan pengalaman dapat dibedakan antara kekeruhan yang disebabkan oleh plankton dan kekeruhan yang disebabkan faktor lain. Namun demikian perlu diingat bahwa blooming plankton tidak selalu bewarna hijau, dapat pula berwarna kuning, merah, coklat atau hitam (Mahmudi, 2005).
2.9 Benthos
2.9.1 Definisi Benthos
Benthos adalah organisme melekat atau beristirahat pada dasar atau hidup di dasar endapan. Binatang benthos dapat dibagi berdasarkan cara makannya menjadi pemakan penyaring (seperti kerang) dan pemakan deposit (seperti siput) (Odum, 1993).
Semua organisme air yang hidupnya terdapat pada substrat dasar suatu suatu perairan, baik yang bersifat sesil (melekat) maupun vagil (bergerak bebas) termasuk dalam kategori benthos. Berdasarkan sifat hidupnya dibedakan antara fitobenthos, yaitu organisme benthos yang bersifat hewan. Kelompok inimasih dibedakan menjadi epifauna, yaitu benthos yang hidupnya di atas substrat dasar perairan dan infauna, yaitu benthos yang hidupnya terbenam di dalam substrat dasar perairan (Barus, 2002).
2.9.2 Ciri-Ciri Benthos
Ciri-ciri benthos menurut Barus (2002), menyatakan bahwa :
Pergerakan yang sangat terbatas sehingga memudahkan dalam pengambilan sampel
Ukuran tubuh relatif besar sehingga mudah diidentifikasi
Hidup di dasar perairan serta relatif dalam sehingga secara terus-menerus berdebah oleh kondisi air disekitarnya
Pendederan yang terus-menerus mengakibatkan benthos sangat terpengaruh oleh berbagai perubahan lingkungan yang mempengaruhi kondisi air tersebut.
Menurut Wijayanti (2007), hewan makrobenthos mempunyai pergerakan yang sangat terbatas, sehingga hewan ini secara langsung akan terkena dampak dari perubahan lingkungan. Ada jenis-jenis yang mapu beradaptasi, dengan perubahan lingkungan sekitar, tetapi ada yang tidak mampu beradaptasi terhadap perubahan lingkungan.
2.9.3 Peranan Benthos Di Perairan
Disamping penting sebagai sumber makanan alami ikan, benthos juga memegang beberapa peran penting dalam perairan. Seperti dalam proses dekomposisi dan mineralisasi material organik yang masuk ke perairan (Lind, 1985), serta menduduki beberapa tingkat trofik dalam rantai makanan (Odum, 1993).
Peranan hewan makrobenthos di perairan sangat penting dalam rantai makanan (food chain), karena merupakan sumber makanan beberapa ikan dan sebagai salah satu penguraian bahan organik (Odum, 1997). Hewan makrobenthos memanfaatkan sumber makanan primer yang terdiri dari makanan yang bersifat pelagik sebagai makanan tersuspensi dan makan yang bersifat bentik sebagai makanan terdeposit (Wijayanti, 2007).
2.9.4 Jenis-Jenis Benthos Di Perairan
Menurut Barnes (1978) dalam Wijayanti (2007), pembagian benthos berdasarkan pola-pola makannya dapat digolongkan menjadi tiga macam yaitu pertama sebagai suspension feeder yang memperoleh makanannya dengan menyaring partikel-partikel melayang di perairan, kedua sebagai deposit feeder yang mencari makanan pada sedimen dan mengasimilasikan material organik yang dapat dicerna dari sedimen. Material organik dalam sedimen biasanya disebut detritus. Ketiga sebagai detritus feeder tersebut khusus hanya makan detritus saja.
Menurut Barus (2002), jenis-jenis benthos dapat digolongkan berdasarkan ukuran tubuhnya dapat dibagi menjadi tiga yaitu :
Makrobenthos (> 2 mm)
Merobenthos (0,2 – 2 mm)
Mikrobenthos (< 0,2 mm)
2.10 Perifiton
2.10.1 Definisi Perifiton
Perifiton adalah komunitas organisme yang hidup (nabati dan hewani) di atas sekitar substrat yang tenggelam dan batu-batuan, kayu, tumbuhan air yang tenggelam dan kadangkala pada hewan air (Odum, 1971 dalam Wijaya, 2009).
Menurut Odum (1993), menyatakan bahwa perifiton atau aufwuchs adalah organisme baik tanaman maupun binatang dan daun dari tanaman yang berakar atau permukaan lain yang menonjol di dasar.
2.10.2 Ciri-Ciri Perifiton
Menurut Odum (1993), organisme perifiton memiliki ciri yaitu dapat melekat atau berpegang dengan kuat pada dasar yang padat dan oleh ikan yang kuat berenang.
Menurut Junda dan Hala (2012), menyatakan bahwa ciri perifiton merupakan komunitas mikrobial yang menempel di permukaan material padat dan terletak di bawah air dan keberadaannya dikendalikan oleh energi cahaya untuk proses fotosintesis. Kehidupan perifiton tergantung pada substrat yang padat di bawah permukaan air.
2.10.3 Peranan Perifiton Di Perairan
Menurut Graham dan Wilcox (2000) dalam Telaumbamia, et al., (2013), menyatakan peranan perifiton di perairan tergenang lebih rendah dari fitoplankton sedangkan di perairan mengalir peranan perifiton lebih besar kecuali di perairan yang keruh.
Peranan perifiton sebagai produsen primer dengan menghasilkan dan menjadi salah satu penghasil bahan organik di sungai. Produktivitas primer adalah bahan organik yang dihasilkan oleh organisme autotrof dengan bantuan cahaya matahari (Wetzel, 1983 dalam Teaumbamia, et al., 2013).
2.10.4 Jenis Perifiton Di Perairan
Menurut Wetzel (1979) dalam Wijaya (2009), perifiton terdiri dari mikrofita yang tumbuh pada semua substrat tenggelam. Pada umumnya perifiton di perairan mengalir terdiri dari diatom (Bacillarophyceae), alga biru berfilamen (Myxophyceae), alga hijau berfilamen (Chlorophyceae), bakteri atau jamur berfilamen, protozoa dan rotifera (tidak banyak pada perairan tidak tercemar).
Menurut Odum (1993), organisme komunitas air deras ataut perifiton dapat digolongkan berdasarkan ciri-cirinya yaitu melekat permanen pada substrat yang kokoh seperti batu, batang kayu atau massa daun.
Sengkan menurut Wetzel (1979) dalam Wijaya (2009) dibedakan sebagai berikut :
Epilithic, perifiton menempel pada batu
Epipelic, menempel pada permukaan sedimen
Epiphytic, menempel pada permukaan batang tumbuhan atau daun
Epizoic, perifiton yang menempel pada permukaan pasir
Epidendritic, perifiton yang menempel pada kayu
Epipsamic, perifiton yang menempel pada permukaan pasir.
2.11 Plankton
2.11.1 Definisi Plankton
Plankton adalah organisme mengapung yang pergerakannya kira-kira tergantung pada arus. Walaupun beberapa zooplankton menunjukkan gerakan berenang yang aktif yang membantu mempertahankan posisi vertikal. Plankton secara keseluruhan tidak dapat bergerak melawan arus (Odum, 1993).
Menurut Nyabakken (1988), menyatakan istilah plankton adalah istilah umum, kemusdian berenang-renang. Organisme-organisme planktonik demikian lemah sehingga mareka sama sekali dikuasai oleh gerakan-gerakan air. Plankton dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu fitoplankton yang terdiri dari tumbuhan laut yang bebas melayang-layang dan hanyut dalam laut serta mampu berfotosintesi dan zooplankton ialah hewan-hewan laut yang planktonik.
2.11.2 Ciri-Ciri Plankton
Menurut erlian (1986) dalam Yuniarta (2014), ciri plankton sebagai berikut :
Mudah dicerna dan mempunyai ukuran yang sesuai dengan larva
Berakarnya tidak terlalu cepat
Mudah dikultur
Pertumbuhannya cepat
Selama daur hidupnya tidak menghasilkan racun atau gas-gas yang berbahaya
Kandungan gizinya tinggi
Menurut Wibisono (2005), mengemukakan bahwa golongan jasad hidup akuatik berukuran mikroskopik, biasanya berenang atau tersuspensi dalam air, tidak bergerak atau hanya bergerak sedikit untuk melawan atau mengikuti arus disebut plankton. Menurut Purwanti, et al., (2011) menyatakan bahwa pergerakan dari plankton relatif pasif , sehingga selalu terbawa oleh arus air. Sehingga plankton tidak bisa bergerak bebas seperti organisme air lainnya seperti halnya ikan.
 2.11.3 Peranan Plankton Di Perairan
Menurut Soewigno, et al., (1986) dalam Wijaya (2009), palnkton dapat memberikan informasi sebagai berikut :
Analisis biologis dapat memberikan informasi ynag relevan mengenai kondisi kualitas air secara sederhana dan cepat
Pada keadaan lingkungan yang kurang baik atau tidak menguntungkan beberapa biota perairan masih dapat bertahan dalam bentuk struktur komunitas
Analisis biologi dapat memberikan informasi yang tidak dapat diberikan oleh metode lain
Fitoplankton merupakan kelompok yang memegang peranan penting dalam ekosistem air, karena kelompok ini dengan adanya kandungan klorofil mampu melakukan fotosintesi. Merupakan sumber energi utama bagi kelompok organisme air lainnya. Fitoplankton merupakan produktivitas primer di dalam perairan yang menghasilkan makanan bagi organisme lain.
2.11.4 Jenis Plankton Di Perairan
Menurut Sachlan (1982) dalam Handayani (2009), plankton dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu fitoplankton yang berperan sebagai produsen primer yang berkemampuan mengkonversi sinar matahari dan senyawa organik menjadi bahan organik. Dan zooplankton yang memanfaatkan fitoplankton untuk menjadi makanannya.
Menurut Barus (2002), menyatakan plankton berdasarkan hidupnya dibedakan antara haliplankton dan limnoplankton. Selanjutnya plankton berdasarkan ukurannya yaitu :
Makroplankton >200nm
Haliplankton >2nm
Mikroplankton 20-2 nm
Nanoplankton 2-20 mm
Ultraplankton < 2 mm
Megaplankton






















3. METODOLOGI

Fungsi Alat
Parameter Fisika
Suhu
Alat yang digunakan dalam praktikum suhu, yaitu:
Thermometer Hg : untuk mengukur suhu perairan
Stopwatch : untuk menghitung lama thermometer di  perairan
Tali rafia : untuk pegangan thermometer
Kecerahan
Alat yang digunakan dalam praktikum kecerahan, yaitu:
Secchi disk : untuk mengukur kecerahan air
Tali : untuk mengikat dan pegangan secchi disk
Karet gelang : sebagai penanda d1 dan d2
Penggaris : untuk mengukur kedalaman (d1 dan d2)
Kecepatan Arus
Alat yang digunakan dalam praktikum kecepatan arus, yaitu:
Botol mineral 600 ml : sebagai pelampung dan pemberat
Stopwatch : untuk menghitung waktu kecepatan arus
Tali rafia : sebagai penghubung antar botol (1 dan 2)

Parameter Kimia
pH
Alat yang digunakan dalam praktikum pH, yaitu:
Kotak pH standard : untuk mengetahui pH air kolam dan  sebagai indikator pembanding
Stopwatch : untuk menghitung waktu yang digunakan  dalam praktikum
DO
Alat yang digunakan dalam praktikum DO, yaitu:
Botol DO 250 ml : sebagai wadah air sampel
Pipet tetes : untuk mengambil larutan dalam skala kecil
Statif : sebagai penyangga buret
Corong : untuk mempermudah isi ulang larutan  dalam buret
Buret : sebagai wadah larutan titrasi
Nampan : untuk tempat alat
Washing bottle : wadah aquades
CO2
Alat yang digunakan dalam praktikum CO2¬, yaitu:
Botol air mineral : sebagai wadah air sampel
Gelas ukur : untuk mengukur volume air sampel
Pipet tetes : untuk mengambil larutan dalam skala kecil
Erlenmeyer : sebagai wadah air sampel
Buret : sebagai wadah larutan titrasi
Statif : sebagai penyangga buret
Corong : untuk membantu isi ulang Na2CO3 dalam  buret
Washing bottle : wadah aquades
TOM
Alat yang digunakan dalam praktikum TOM, yaitu:
Erlenmeyer : sebagai tempat mereaksikan larutan
Gelas ukur : untuk mengukur jumlah air sampel
Pipet tetes : untuk mengambil Na-Oxalate dalam skala  kecil
Buret : sebagai wadah larutan titrasi
Hot plate : sebagai tempat memanaskan air
Statif : sebagai penyangga buret
Bola hisap : untuk membantu pipet volume mengambil  larutan
Pipet volume : untuk memindahkan H2SO4 dalam jumlah  tertentu
Thermometer Hg : untuk mengukur suhu
Corong : untuk membantu isi ulang larutan dalam  buret
Washing bottle : wadah aquades

Amonia
Alat yang digunakan dalam praktikum amonia, yaitu:
Erlenmeyer : sebagai tempat mereaksikan larutan
Pipet tetes : untuk mengambil larutan dalam skala kecil
Cuvet : sebagai tempat larutan yang akan diukur
 kadar amonianya dengan spektrofotometer
Rak cuvet : sebagai tempat meletakkan cuvet
Corong : untuk membantu memasukkan larutan
Spektrofotometer : alat untuk mengukur kada amonia dengan
 panjang gelombang 425 µm
Nitrat
Alat yang digunakan dalam praktikum nitrat, yaitu:
Pipet volume : untuk memindahakan larutan dalam skala  besar
Beaker glass : sebagai wadah air sampel yang sudah  disaring
Cawan porselen : sebagai wadah sampel yang akan  dipanaskan
Spatula : untuk menghomogenkan kerak nitrat dan  asam fenol disulfonik
Pipet tetes : untuk mengambil larutan dalam skla kecil
Cuvet : sebagai wadah larutan
Gelas ukur : untuk mengukur air sampel yang akan  digunakan
Rak cuvet : sebagai tempat meletakkan cuvet
Pipet volume : untuk mengambil larutan dalam skala
tertentu
Bola hisap : untuk membantu pipet volume dalam  mengambil larutan
Washing bottle : sebagai wadah aquades
Hot plate : untuk memanaskan air sampel hingga  membentuk kerak
Spektrofotometer : alat untuk mengukur kadar nitrat dengan
  panjang gelombang 410 µm

Orthofosfat
Alat yang digunakan dalam praktikum phospat, yaitu:
Gelas ukur : untuk mengukur jumlah air sampel
Erlenmeyer : sebagai tempat mereaksikan larutan
Pipet tetes : untuk mengambil larutan dalam skala kecil
Cuvet : sebagai tempat larutan yang akan diukur
Rak cuvet : sebagai tempat meletakkan cuvet
Spektrofotometer : alat untuk mengukur kadar nitrat dengan
 panjang gelombang 410 µm
Washing bottle : sebagai wadah aquades
Parameter Biologi
Benthos
Alat yang digunakan dalam praktikum pengamatan benthos, yaitu:
Botol film : sebagai wadah sampel benthos
Baju kicking : alat untuk mengambil sampel benthos
Sepatu kicking : alat untuk mengambil sampel benthos
Jaring kicking : sebagai alat penangkap benthos
Nampan : sebagai wadah alat
Pinset : untuk mengambil benthos
Loop : untuk mengamati benthos
Buku Presscot : untuk mengidentifikasi jenis benthos
Perifiton
Alat yang digunakan dalam pengamatan perfiton, yaitu:
Botol film : sebagai wadah sampel perifiton
Sikat gigi : untuk mengambil sampel perifiton
Washing bottle : sebagai wadah aquades
Mikroskop : untuk mengamati organisme perifiton
Buku Presscot : buku identifikasi jenis perifiton
Plankton
Alat yang digunakan dalam pengmatan plankton, yaitu:
Botol film : sebagai wadah hasil menyaring sampel
Planktonet no.25 : untuk menyaring plankton
Tali : untuk mengikat botol film pada planktonet
Pipet tetes : untuk mengambil larutan dalam skala kecil
Ember 5 liter : untuk mengambil air sampel 25 liter
   masing-masing 5 liter
Cool box : sebagai tempat menyimpan sampel
  plankton pada suhu 4⁰ C
Mikroskop : untuk mengamati plankton
Washing bottle : sebagai wadah aquades
Buku Presscot : buku identifikasi jenis plankton
Fungsi Bahan
Parameter Fisika
Suhu
Bahan yang digunakan dalam praktikum suhu, yaitu:
Sampel air kolam : sebagai objek yang diteliti
Kecerahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum kecerahan, yaitu:
Air sampel : sebagai objek yang diteliti
Karet gelang : sebagai penanda d1 dan d2
Kecepatan Arus
Bahan yang digunakan dalam praktikum kecepatan arus, yaitu:
Sampel air kolam : sebagai objek yang diteliti
Parameter Kimia
pH
Bahan yang digunakan dalam praktikum pH, yaitu:
Sampel air : sebagai objek yang diteliti
pH paper : untuk mengukur pH air
DO
Bahan yang digunakan dalam praktikum DO, yaitu:
Sampel air : sebagai bahan yang akan diukur Donya
MnSO4 : untuk mengikat oksigen dalam air
NaOH+KI : untuk membentuk endapan berwarna  coklat (melepas I2)
Na2SO3 0,025 N : sebagai lautan titrasi
H2SO4 : untuk mengkondisikan asam dan  melarutkan endapan
Amylum : sebagai pengkondisian suasana basa
Aquades : sebagai pensteril alat yang digunakan
Kertas label : sebagai penanda botol DO
CO2
Bahan yang digunakan dalam praktikum CO2, yaitu:
Larutan PP : sebagai indikator suasana basa dan warna  merah muda atau pink
Sampel air : sebagai objek yang diukur kadar CO2
Na2CO3 0,454 N : sebagai larutan titran dalam titrasi
Aquades : untuk mensterilkan Erlenmeyer
Kertas label : sebagai penanda botol air mineral
TOM
Bahan yang digunakan dalam praktikum TOM, yaitu:
Air sampel : sebagai media yang diukur dan diamati
KMnO4 : sebagai oksidator dan pengikat bahan  organik
Na-oxalate 0,01 N : sebagai reduktor
H2SO4 : untuk memepercepat reaksi dan  pengkondisian  asam
Aquades : sebagai faktor nilai y menghitung pelarut  larutan
Amonia
Bahan yang digunakan dalam praktikum amonia, yaitu:
Air sampel : sebagai sampel yang diukur kadar amonia
Larutan nesseler : untuk mengikat amonia dan indikator
 warna kuning
Kertas label : untuk menandai
Aquades : untuk mengkalibrasi alat yang digunakan
Tissue : untuk membersihkan dan mengeringkan
 alat yang sudah dicuci atau sudah bersih
Nitrat
Bahan yang digunakan dalam praktikum nitrat, yaitu:
Asam fenol : sebagai pelarut kerak nitrat
 disulfonik
Aquades : untuk mengencerkan kerak nitrat
NH4OH : sebagai indikator warna kuning
Kertas saring : untuk menyaring air sampel
Air sampel : sebagai media yang diukur
Kertas label : untuk menandai sampel
Orthofosfat
Bahan yang digunakan dalam praktikum orthophospat, yaitu:
Amonium molybdate : untuk mengikat fosfat dan mengubah  ammonium menjadi fosfor molybdate
SnCl2 : sebagai indikator warna biru
Air sampel : sebagai media yang diamati
Aquades : sebagai kalibrasi alat
Tissue : untuk membersihkan alat
Parameter Biologi
Benthos
Bahan yang digunakan dalam pengamatan benthos, yaitu:
Air sungai : sebagai media hidup benthos
Benthos : objek yang diamati
Alkohol 96% : sebagai bahan preservasi
Tissue : untuk membersihkan alat
Perifiton
Alat yang digunakan dalam pengamatan perifiton, yaitu:
Air sungai : sebagai media hidup perifiton
Perfiton : objek yang diamati
Larutan lugol : sebagai bahan preservasi
Aquades : untuk kalibrasi alat
Tissue : untuk membersihkan alat
Kertas label : untuk memberi tanda
Plankton
Alat yang digunakan dalam pengamatan plankton, yaitu:
Air kolam : sebagai media hidup plankton
Plankton : objek yang diamati
Larutan lugol : sebagai bahan preservasi
Aquades : untuk kalibrasi alat
Tissue : untuk membersihkan alat
Skema Kerja
Parameter Fisika
Suhu


dimasukkan dalam perairan dengan posisi membelakangi matahari
ditunggu 2-3 menit
pembacaan dilakukan saat thermometer masih dalam air daan dicatat dalam skala 0C


Kecerahan


dimasukkan ke dalam perairan hingga tidak tampak pertama kali dan ditandai sebagai D1
ditenggelamkan hingga tidak tampak sama sekali
diangkat perlahan hingga nampak pertama kali dan ditandai sebagai D2
dihitung hasil dengan rumus:



Keterangan :
D = Kecerahan
D1 = panjang tali saat tidak tampak pertama kali
D2 = panjang tali saat tampak pertama kali







Kecepatan Arus


diikat dengan tali rafia 5 rafia
dilepas di perairan dengan tetap memegang tali
dihitung waktu tempuh botol dengan stopwatch
dihitung hasil kecepatan arus dengan rumus :



Keterangan:
V = kecepatan arus (S/t)
S = jarak atau panjang tali
 t = waktu tempuh
Parameter Kimia
pH


dicelupkan ke dalam air sampel
ditunggu hingga ± 2 menit
diangkat dan di kibas-kibaskan hingga setengah kering
dicocokkan perubahan warna pH paper dengan kotak standar pH
dicatat nilai pH











DO


dicatat volume Botol DO
dimasukkan dalam air dengan kemiringan 45⁰
ditutup botol DO-nya lalu diangkat
ditambah 2 ml MnSO4 dan 2 ml NaOH+KI
dihomogenkan
didiamkan ± 30 menit hingga terdapat endapan coklat
dibuang cairan bening
ditambahkan 2 ml H2SO4, lalu dihomogenkan
ditambahn 3 tetes amylum, lalu dihomogenkan
dititrasi dengan Na2S2O3 0,025 N dengan buret
dihitung dengan rumus :




Keterangan:
V titran = volume titran yang terpakai
N titran = normalitas titran
8 = Ar dari oksigen (O2)
1000 = jumlah liter air
Volumen botol DO = volume sampel yang digunakan
4 = asumsi air yang tumpah










CO2


diukur 25 ml dengan gelas ukur
dimasukkan dalam erlenmeyer 100 ml
ditambah 3 tetes indikator PP
dititrasi dengan Na2CO3 0,0454 N hingga berwarna pink
dicatat nilai V titrannya
dihitung dengan rumus :



Keterangan :
ml titran= volume Na2CO3 yang terpakai saat titrasi
N titran= konsentrasi Na2CO3
ml air sampel= volume air sampel yang digunakan untuk menguji CO2


















TOM


diambil 25 ml, lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer
ditambahkan 4,8 ml KMnO4  dari buret
ditambahkan 5 ml H2SO4 dengan perbandingan (1:4)
dipanaskan diatas hotplate sampai suhu 70-80⁰C, lalu diangkat
suhu diturunkan menjadi 60-70⁰C, lalu ditambah Na-Oxalate 0,01 N perlahan sampai jernih
dititrasi dengan KMnO4 0,01 N sampai terbentuk warna merah jambu/pink dan dicatat sebagai ml titran (X ml)
diambil 25 ml aquadest, dilakukan prosedur (1-6) dan dicatat titran yang terpakai sebagai (Y ml)
dimasukkan salinometer ke dalam gelas ukur
ditunggu sampai salinometer tidak bergerak dan dibaca skala yang menunjukkan salinitas
dihitung nilai TOM dengan rumus :




Keterangan :
X ml = volume titran yang digunakan untuk air sampel
Y ml = volume titran yang digunakan untuk aquadest
31,6 = ½ MR
0,01 = konsentrasi Na-Oxalate
1000 = jumlah 1 liter air
ml air sampel = jumlah air sampel yang digunakan






Amonia


dimasukkan 25 ml air sampel ke dalam erlenmeyer
ditambahkan 0,5 ml larutan nesseler ke dalam erlenmeyer
didiamkan ± 10 menit
dimasukkan ke dalam cuvet
dihitung kadar amonia menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 425 µm


Cara Penggunaan Spektrofotometer


dihubungkan stop kontak dengan arus AC 220V
ditekan tombol power “ON/OFF” hingga pada layar muncul angka 15-1 dan ditunggu hingga menunjukkan angka 0
setelah itu muncul “METHOD” ditekan nomor program amonia
ditekan “READ ENTER” maka pada layar akan muncul nomor program yang akan diukur
disesuaikan panjang gelombang (425 µm) dengan cara memutar pengatur penjang gelombang
ditekan “READ ENTER” maka akan muncul Amonia
ditekan “SHIFT TIMER”
dimasukkan botol larutan blanco pada “SEL HOLDER”, jika periodik timer sudah selesai, ditekan “CLEAR ZERO” hingga muncul angka 0,00 mg/l (menunjukkan posisi alat sudah dikalibrasi atau sudah netral)
dikeluarkan botol larutan blanco dari “SEL HOLDER” dan diganti dengan botol sampel yang berisi air sampel amonia
ditekan “READ ENTER”, ditunggu beberapa saat maka pada layar akan muncul angka hasil analisa parameter
dicatat hasilnya

Nitrat


dimasukkan 25 ml ke dalam cawan porselen
dipanaskan hingga terbentuk kerak nitrat
didinginkan
ditambahkan 0,5 ml asam fenol disulfonik dan diaduk dengan spatula
ditambahkan 2,5 ml aquadest
ditambah NH4OH hingga warna kekuningan
ditambah aquadest hingga volume 25 ml
dipanaskan dalam cuvet ± 10 ml
diukur kadar nitrat dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 410 µm
dicatat hasilnya




















Cara Penggunaan Spektrofotometer


dihubungkan stop kontak dengan arus AC 220V
ditekan tombol power “ON/OFF” hingga pada layar muncul angka 15-1 dan ditunggu hingga menunjukkan angka 0
setelah itu muncul “METHOD” ditekan nomor program sesuai dengan parameter yaitu nitrat
ditekan “READ ENTER” maka pada layar akan muncul nomor program yang akan diukur
disesuaikan panjang gelombang (410 µm) dengan cara memutar pengatur penjang gelombang
ditekan “READ ENTER” maka akan muncul Nitrat
ditekan “SHIFT TIMER”
dimasukkan botol larutan blanco pada “SEL HOLDER”, jika periodik timer sudah selesai, ditekan “CLEAR ZERO” hingga muncul angka 0,00 mg/l (menunjukkan posisi alat sudah dikalibrasi atau sudah netral)
dikeluarkan botol larutan blanco dari “SEL HOLDER” dan diganti dengan botol sampel yang berisi air sampel nitrat
ditekan “READ ENTER”, ditunggu beberapa saat maka pada layar akan muncul angka hasil analisa parameter
dicatat hasilnya












Orthofosfat


diambil 25 ml dan dituang dalam erlenmeyer
ditambahkan ammonium molybdate ½ ml
dihomogenkan
ditambah 1 tetes SnCl2, lalu dihomogenkan
dimasukkan dalam cuvet dan ditandai dengan kertas label
diukur kadar orthofosfat dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 690µ


Cara Penggunaan Spektrofotometer


dihubungkan stop kontak dengan arus AC 220V
ditekan tombol power “ON/OFF” hingga pada layar muncul angka 15-1 dan ditunggu hingga menunjukkan angka 0
saat muncul “METHOD” ditekan nomor program orthofosfat
ditekan “READ ENTER” maka pada layar akan muncul nomor program yang akan diukur
disesuaikan panjang gelombang (410 µm) dengan cara memutar pengatur penjang gelombang
ditekan “READ ENTER” maka akan muncul Nitrat
ditekan “SHIFT TIMER”
dimasukkan larutan blanco pada “SEL HOLDER”, jika periodik timer sudah selesai, ditekan “CLEAR ZERO” hingga muncul angka 0,00 mg/l (menunjukkan posisi alat sudah netral)
dikeluarkan botol larutan blanco dari “SEL HOLDER” dan diganti dengan botol sampel yang berisi air sampel nitrat
ditekan “READ ENTER”, ditunggu beberapa saat maka pada layar akan muncul angka hasil analisa parameter
dicatat hasilnya

Parameter Biologi
Benthos
Pengambilan Sampel Benthos


dipegang tiang jala dengan arah melawan arus
dengan memakai baju dan sepatu kicking diaduk dasar perairan dengan dua kaki secara bersama-sama sambil mendorong jala
diperiksa jala, jika terdapat batu dan ranting maka dicuci batu dan ranting di dalam jala
dicuci organisme dengan air dan mengumpulkannya pada salah satu sudut jala dengan terus menyiram air untuk memudahkan pengambilan sampel benthos di dalam jala
dibalik jala ke arah luar untuk memindahkan sampel ke dalam wadah sampel atau botol film


Pengamatan benthos di Laboratorium


diambil benthos yang ada di botol film
diletakkan pada objek glass
diamati pada mikroskop
didokumentasi atau difoto
dicocokkan dengan buku identiikasi benthos
dicatat dan digambar hasilnya









Perifiton
Pengambilan Sampel Perifiton


ditentukan substrat yang akan dijadikan sampel
dimasukkan air sungai ke dalam botol film setengahnya saja
diambil perifiton di substrat yang masih trkena air (misal:lumut) dengan sikat gigi secara perlahan dan dimasukkan hasil sikat ke dalam botol film
ditambahkan lugol 3-4 tetes
diamati dibawah mikroskop


Pengamatan Perifiton Di Laboratorium


diambil perifiton yang ada di botol film dengan pipet tetes
diletakkan pipet tetes
diletakkan sampel pada objek glass
diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 400-100 kali perbesaran
didokumentasi atau difoto
dicocokkan dengan buku identifikasi Presscot
dicatat dan digambar hasilnya











Plankton
Pengambilan Sampel Plankton


dikalibrasi atau dicelupkan ke dalam air lokal sampai seluruh permukaan terkena air kolam
botol film dipasangkan dengan diikat pada ujung planktonet
diambil air sampel menggunakan timba dan disaring menggunakan planktonet
ditambahkan lugol 3 tetes, dan diberi tanda dengan kertas label
dimasukkan ke dalam coo box
diamati dibawah mikroskop


Pengamatan Di Laboratorium


disiapkan Haecyrometer dan cover glass
dibersihkan dengan tissue secara searah
ditutup haemocyrometer dengan cover glass pada bagian tengah
dituangkan pada Haemocycrometer


disiapkan dan dinyalakan lampu dengan perbesaran 400-100 kali
diletakkan preparat pada meja objek
diamati setelah ditemukan fokus
dibagi menjadi 5 bidang pandang
dihitung jumlah plankton pada tiap bidang pandang
dicatat dan digambar hasilnya


4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Hasil Pengamatan
A. Benthos
Gambar Lokasi Pengambilan Sampel

Stasiun 3
Deskripsi Lingkungan
Cuaca saat praktikum ekologi perairan untuk pengamatan Benthos keadaan lingkungan pengambilan sampel kondisinya cerah dan berawan, sinar matahari tidak begitu panas dan udaranya sejuk.
Waktu pengambilan sampel untuk benthos pada pukul 09.25 WIB
Deskripsi Lingkungan Sekitar Lokasi
Pengambilan sampel benthos berada disekitar persawahan, terdapat pepohonan dan rerumputan. Jalan menuju lokasi pengambilan sampel tanahnya cukup licin dan terdapat bambu dan pipa untuk saluran air
Deskripsi Lingkungan Stasiun
Lingkungan stasiun lokasi pengamatan untuk pengambilan untuk pengambilan sampel benthos, sungainya tidak terlalu luas ukurannya didalam stasiun, pengambilan sampel terdapat batu-batuan kecil dan ada beberapa yang berukuran besar. Terdapat azola dipermukaan perairan serta didalam perairan terdapat lumpur dan pasir-pasir.
Data Parameter Fisika dan Kimia Air
No Parameter Hasil Pengukuran dan Pengamatan
1. Suhu 22oC
2. Kecepatan Arus 0,454
3. Ph 8
4. DO 12,6 mg/L
5. CO2 35,92 mg/L
6. TOM 55,9
7. Amonia 0,14
8. Nitrat 0,23
9. Orthofosfat 0,02
10. Kecerahan 100%


Data Pengamatan Organisme (Benthos yang diperoleh)
No Organisme (Perifiton) Jumlah Klasifikasi
1







2














1






1





Kingdom: Animalia
Filum : Annelida
Kelas : Hirudinea
Famili : Pascicolididae




Kingdom : Animalia
Filum : Annelida
Kelas : Hirudinea
Famili : Piscicolidae





B. Perifiton
Gambar Lokasi Pengambilan Sampel


Stasiun 3
Deskripsi Lingkungan
Cuaca saat praktikum ekologi peraira untuk pengamatan perifiton keadaan lingkungan pengambilan sampel kondisinya cerah dan berawan, sinar matahari tidak begitu panas dan udaranya sejuk Karen terdapat pepohonan yang rindang
Waktu pengambilan sampel perifiton pada pukul 09.15 WIB
Deskripsi Lingkungan Sekitar
Pengambilan sampel benthos berada disekitar persawahan, terdapat pepohonan dan rerumputan. Jalan menuju lokasi pengambilan sampel tanahnya cukup licin
Deskripsi Lingkungan Stasiun
Lingkungan stasiun lokasi pengamatan untuk pengambilan sampel perifiton, sungainya tidak terlalu lebar ukurannya. Arusnya tidak begitu deras, kedalamannya tergolong dangkal dan perairannya jernih. Didalam sungai terdapat bebatuan kecil,batu besar, berlumpur dan berpasir.



Data Parameter Fisika dan Kimia Air
No Parameter Hasil Pengukuran dan Pengamatan
1. Suhu 22OC
2. Kecepatan Arus 0,31
3. Ph 7
4. DO 9,43 mg/L
5. CO2 23,97 mg/L
6. TOM 10,49
7. Amonia 0,02
8. Nitrat 0,22
9. Orthofosfat 0,09
10. Kecerahan 100%


Data Pengamatan Organisme (Perifiton yang diperoleh)
No Organisme (Perifiton) Jumlah Klasifikasi
1








2


  1








1 Kingdom : Plantae
Filum :Chlorophyta
Subfilum : Chlorophyceae
Ordo : Zygrematales
Family : Mesotaeniaceae
Genus : Spirotaenia
Spesies : Spirotaenia condensata


Kingdom : Plantae
Filum : Chlorophyta
Subfilum : Chlorophyceae
Ordo : Zygrematales
Family : Mesotaeniaceae
Genus : Roya
Spesies : Roya obtusa

C. Plankton
Gambar Lokasi Pengambilan Sampel













Stasiun 3
Deskripsi Lingkungan
Cuaca saat praktikum ekologi perairan untuk pengamatan plankton adalah cerah berawan, sinar matahari tidak begitu panas dan udaranya sejuk, semilir angin disekitar lingkungan tempat praktikum.
Waktu pengambilan sampel plankton pada pukul 09.30 WIB
Deskripsi Lingkungan Sekitar
Disekitar lokasi pengambilan sampel terdapat persawahan, sepetak kebun, sungai yang mengalir dan ada hutan pinus disekitar lokasi kolam.
Deskripsi Lingkungan stasiun
Lingkungan stasiun lokasi pengambilan sampel plankton berada pada kolam buatan yang terbuat dari semen, yang tedapat inlet outletnya. Airnya jernih, perairannya dangkal dan terdapat azola di bebatuan pinggir sungai.




Data Parameter Fisika dan Kimia Air
No Parameter Hasil Pengukuran dan Pengamatan
1. Suhu 22OC
2. Kecepatan Arus 0
3. Ph 8
4. DO 9,59 mg/L
5. CO2 19,99 mg/L
6. TOM 7,96
7. Amonia 0.01
8. Nitrat 0,18
9. Orthofosfat 0,26
10. Kecerahan 100%

Data Pengamatan Organisme (Plankton yang diperoleh)
No Organisme (Perifiton) Jumlah Klasifikasi
1







2











3








  1







1









1
Kingdom : Animalia
Filum : Athropoda
Kelas : Maxilopoda
Ordo : Cyclopoda
Famili : Cyclopidae
Genus : Achanthrocyclops
Spesies :  Achanthrocyclops robuchus

Kingdom : Animalia
Filum : Athropoda
Kelas : Maxilopoda
Ordo : Cyclopoda
Famili : Cyclopidae
Genus : Cyclops
Spesies : Cyclopsi thomesi


Kingdom : Animalia
Filum : Athropoda
Kelas : Branchiopoda
Ordo : Dipclostraca
Famili : Chyboridae
Genus : Pleuroxus
Spesies : Pleuroxus striatus

Analisa Prosedur
Parameter Fisika
Suhu
Pada pengukuran suhu yang dilakukan pertama kali di lakukan adalah di siapkan alat dan bahan yang akan di gunakan di antaranya adalah thermometer Hg untuk mengukur suhu, stopwatch untuk mengukur waktu dan air sampel sebagai bahan yang di ukur. Sedangkan pengukurannya yaitu memasukkan thermometer Hg dalam perairan dengan memegang ujung bagian tali nya selama ± 2 menit dengan membelakangi matahari. Agar tidak mempengaruhi suhu air raksa dalam thermometer. Setelah air raksa berhenti pada skala tertentu angkat thermometer kemudian catat hasilnya. Terakhir di bersihkan kembali thermometer dengan tissue dan masukkan dalam tempatnya kembali.
Kecerahan
Pada pengukuran kecerahan pertama kali di lakukan adalah menyiapkan alat dan bahan yang akan di gunakan diantaranya adalah secchi disk  untuk mengukur kecerahan perairan, penggaris untuk mengukur panjang tali (d1 dan d2), karet gelang untuk menandai, dan tali untuk mengikat secchi disk. Perairan sebagai bahan yang akan di ukur kecerahannya. Selanjutnya perlahan memasukkan secchi disk dalam perairan hingga batas tampak pertama kali, tandai sebagai d1 dengan karet gelang. Kemudian masukkan lebih dalam lagi hingga tak tampak, lalu perlahan tarik ke atas hingga batas tampak pertama kali tandai sebagai d2. Kemudian catat hasilnya dengan mengukur menggunakan penggaris. Kemudian hitung hasilnya menggunakan rumus sebagai berikut :
Keterangan: D1 = batas tampak pertama kali
   D2 = batas tampak kedua

Kecepatan Arus
Pada pengukuran kecepatan arus pertama kali di lakukan adalah menyiapkan alat dan bahan yang di perlukan di antaranya adalah 2 botol mineral bekas 600 ml untuk mengukur arus sebagai pemberat dan pelampung, stopwatch untuk menghitung waktu, tali rafia untuk mengikat botol, sedangkan untuk bahannya perairan sebagai air sampel. Untuk pengukurannya pertama ikat kedua botol dengan tali rafia dengan jarak 5 meter kemudian isi salah satu botol dengan air untuk pemberat. Skema nya pertama lemparkan botol pada perairan mngikuti arah arus. Kemudian catat waktu tempuh tali untuk merenggang. Kemudian hitung menggunakan rumus sebagai berikut:
                keterangan:  V = Kecepatan arus (m/s)
S = Panjang tali (m)
t  = Waktu tempuh (s)
4.2.2 Parameter kimia
pH
Dalam pratikum Ekologi Perairan untuk pengukuran pH, hal pertama yang dilakukan adalah disiapkan alat dan bahan. Alat yang digunakan antara lain adalah kotak standart pH sebagai alat untuk mencocokkan perubahan warna pada pH paper, stopwatch untuk mencatat waktu pada saat pH paper dicelupkan ke dalam air sampel. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu pH paper sebagai indicator asam basa.
Setelah semua bahan siap, pH paper dicelupkan ke dalam air sampel selama ± 2 menit. Selanjutnya pH paper dikibas-kibaskan sampai setengah kering dan ditunggu hingga terjadi perubahan warna. Dicocokkan perubahan warna dengan kotak standart dan dilihat berapa nilai pHnya kemudian dicatat hasilnya.


DO
Dalam pratikum Ekologi Perairan untuk pengukuran DO, hal pertama yang dilakukan adalah disiapkan alat dan bahan. Alat yang digunakan antara lain botol DO 250 ml untuk mengambil air sampel yang kan diukur DOnya, pipet tetes untuk mengambil larutan MnSO4, NAOH+KI, H2SO4 dan amylum dalam skala kecil, buret sebagai tempat larutan Na2S2O3 untuk titrasi, statif sebagai penyangga buret,corong untuk memasukkan larutan Na2S2O3 ke dalam buret. Sedangkan bahan yang digunakan antara lain yaitu air sungai dan air kolam sebagai sampel yang akan diukur kadar DOnya, MnSO4 2 ml untuk mengikat oksigen , NaOH + KI 2 ml untuk membentuk endapan coklat dan mengikat I2, H2SO4 untuk pengkondisian asam dan melarutkan endapan coklat, amylum untuk pengkondisian basa dan sebagai indicator warna ungu, Na2S2O3 0,025 N sebagai larutan titrasidan tissue untuk membersihkan alat-alat yang telah digunakan.
Mula-mula dicatat volume botol DO yang digunakan. Dibuka tutup botol DO dan dimasukkan botol ke dalam perairan secara perlahan-lahan dengan posisi 45, selanjutnya botol DO diisi air sampel dan ditutup saat botol masih dalam perairan dan jangan sampai timbul gelembung udara lalu diangka. Ditambahkan 2 ml MnSO4 dan 2 ml NAOH + KI, dibolak-balik sampai terjadi endapan coklat. Ditunggu beberapa menit sampai endapan coklat terbentuk lalu buang air yang bening hingga hanya tersisa endapan coklat . Tambahkan 2 ml H2SO4 pekat untuk melarutkan endapan coklat dan dihomogenkan. Tambahkan 3 tetes amylum sebagai indicator warna ungu. Lalutitrasi dengan Na2S2O3 0,025 N sampai jernih pertama kali. Dicatat banyaknya ml Na2S2O3 yang terpakai (titran). Dihitung dengan rumus :


Keterangan :
V (titran) = Volume Na2S2O3 yang terpakai
N (titran) = Konsentrasi Na2S2O3
8   = Ar O2
1000     = jumlah liter air
V botol DO   = volume botol DO yang digunakan
4 = asumsi air yang tumpah
C. CO2
Dalam pratikum Ekologi Perairan untuk pengukuran pH, hal pertama yang dilakukan adalah disiapkan alat dan bahan. Alat yang digunakan antara lainErlenmeyer 50 ml untuk mereaksikan larutan , pipet tetes untuk mengambil larutan PP, buret sebagai wadah larutan Na2CO3 0,0454 N, statif sebagai penyangga buret, gelas ukur 50ml untuk mengukur volume air sampel, 2 ml larutan Na2CO3 0,0454 N sebagai larutan titran dan mengikat CO2 di perairan, indicator PP sebagai indicator suasana basa, air sungai dan air kolam sebagai sampel yang akan diukur kadar CO2 nya.
Langkah berikutnya dimasukkan 25 ml air sampel ke dalam Erlenmeyer. Lalu ditambahkan 5 tetes indicator PP sebagai indicator suasana basa dan dilihat perubahan warna yag terjadi. Jika air tidak berwarna maka dititrasi dengan Na2CO3 0,0454 N untuk mengikat CO2 bebas yang ada di sampel sampai warna pink pertama kali, dicatat ml titran Na2CO3 yang terpakai dan hitung dengan rumus CO2 bebas dengan rumus :




Keterangan :
ml (titran) =Volume Na2CO3 yang terpakai
N (titran) =Konsentrasi Na2CO3
22   = Ar CO2
1000 = jumlah liter air
D. TOM
Dalam pratikum Ekologi Perairan untuk pengukuran pH, hal pertama yang dilakukan adalah disiapkan alat dan bahan. Alat yang digunakan antara lain Erlenmeyer 100 ml untuk mereaksikan larutan, Buret sebagai wadah larutan titrasi, statif sebagai penyangga buret, gelas ukur untuk mengukur jumlah air sampel yang digunakan, pipet tetes untuk mengambil larutan Na-oxalate dengan skala kecil, water bath sebagai tempat memanaskan air sampel, bola hisap untuk membantu proses pengambilan larutan dengan pipet volume, thermometer Hg digunakan untuk mengukur suhu air sampel yang telah dipanaskan.
Sedangkan bahan yang yang digunakan adalah air kolam dan air sungai sebagai sampel yang akan diukur kadar TOMnya. KMnO4 sebagai indicator dan mengikat bahan organic Na-oxalate berfungsi sebgai reduktor, H2SO4 untuk mempercepat reaksi dan pengkondisian asam, aquadest sebagai factor nilai y dalam menghitung pelarut larutan
Lagkah berikutnya mengambil air sampel 25 ml lalu dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan menambhakan 4,8 ml KMnO4 0,01 N dan buret, menambahkan 5 ml H2SO4 , lalu dipanaskan dalam water bath samapi suhu mencapai 75 C kemudian diangkat, bila suhu telah turun menjadi 65C langsung menambahkan Na-oxalate 0, 01 N perlahan sampai tidak berwarna lalu dititrasi dengan KMnO4 KMnO40,01 N samapi terbentuk warna Pink dan dicatat ml titran yang terpakai (x) ml. kemudian mengambial 50 ml aquadest dengan melakukan prosedur sepert di atas dengan bahan aquadest dan dicatat titran yang terpakai sebagai (y) ml. dihitung kadar TOM dengan rumus :



Keterangan:
X   = volume titran dari larutan sampel
Y = volume titran dari aquadest
31,6 = 1⁄(2 )  Mr
0,01 = konstanta
1000 = jumlah liter air
ml air sampel = jumlah air sampel yang digunakan
E. Amonia
Dalam pengukuran Amonia di lapangan langkah pertama yaitu disiapkan alat-alat dan bahan yang digunakan diantaranya backer glass sebagai tempat mencampur larutan, gelas ukur untuk mengukur air sampel, cuvet sebagai tempat larutan sampel indikator, pipet tetes digunakan untuk mengambil pereaksi nessler dalam skla kecil, rak cuvet untuk meletakkan cuvet dan spektrofotometer untuk mengukur parameter dengan menggunakan panjang gelombang 425 µm . Sedangkan  bahan yang digunakan yaitu air kolam dan air sungai sebagai sampel yang diukur amonianya, pereaksi nessler untuk mengikat amonia dan indikator warna kuning, tissue digunakan untuk meletakkan pipet tetes, larutan blanko untuk mengkalibrasi (aquades, alkohol), kertas saring untuk menyaring air sampel, dan kertas label sebagai penanda. Langkah berikutnya mengambil 50ml air sampel  lalu dimasukkan kedalam erlenmeyer berukuran 250ml, menambahkan 1ml larutan nessler kedalam erlenmeyer yang telah berisi air sampel, didiamkan ±10 menit, lalu dimasukkan kedalam cuvet dan dihitung kadar amonia menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 425 µm serta di catat hasilnya.
F. Nitrat
Langkah awal dalam pengukuran kadar nitrat yaitu disiapkan alat-alat dan bahan yang akan digunakan diantaranya cawan porselen sebagai tempat kerak nitrat, spatula sebagai pengaduk larutan supaya homogen, gelak ukur 50 ml untuk mengukur volume air sampel, pipet tetes untuk mengambil larutan asama fenol disulvonik dan NH4OH, Washing bottle sebagai wadah aquades,cuvet sebagai wadah larutan yang telah direaksikan,rak cuvet sebagai tempat cuvet, hotplate untuk memanaskan larutan, spektrofotometer untuk mengukur kadar nitrat, air sungai dan air kolam sebagai bahan yang diukur kadar nitratnya , larutan asam fenol disulvonik untuk melarutkan kerak nitrat, aquades untuk mengencerkan dan mengkalibrasi alat-alat, kertas saring untuk menyaring air sampel, kertas label untuk menandai sampel pada cuvet , selanjutnya disaring dengan 25 ml air sampel dengan kertas saring, dan dituangkan kedalam cawan porselen, diuapkan diatas pemanas (hotplate) sampai terbentuk kerak dan didinginkan. Lalu ditambahkan 1 ml asam fenol disulvonik untuk melarutkan kerak nitrat diaduk dengan spatula dan diencerkan dengan aquades sebanyak 25 ml. Setelah itu ditetesi NH4OH sampai berwarna kuning dan encerkan dengan aquades sampai 25 ml, masukkan kedalam cuvet dan ditandai dengan kertas label, menghitung kadar nitrat dengan menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 410 µm dan catat hasil yang diperoleh.
G. Orthofosfat
Dalam praktikum ekologi perairan pada pengukuran Orthofosfat langkah pertama yaitu disiapkan alat dan bahan, diantaranya adalah erlenmeyer 50 ml untuk mereaksikan larutan, cuvet sebagai tempat sampel yang akan diuji kadar fosfat, rak cuvet untuk meletakkan cuvet, pipet tetes untuk mengambil larutan amonia molybdat dan SnCl2, spektrofotometer untuk mengukur fosfat, larutan ammonium molybdat untuk mengikat fosfor di perairan, larutan snCl2 sebagai indikator warna biru, air kolam dan air sungai sebagai air sampel yang akan diuji, kertas label untuk menandai cuvet. Langkah selanjutnya dimasukkan 25ml air sampel kedalam gelas ukur lalu dituangkan ke erlenmeyer. Ditambahkan 1 ml larutan ammonium molybdat untuk mengikat fosfat diperairan dan dihomogenkan. Kemudian dituangkan kedalam cuvet, ditandai dengan kertas label, lalu ditentukan kadar fosfat dengan spektrofotometer serta dicatat hasilnya.
4.2.3 Parameter Biologi
Benthos
Dalam pratikum Ekologi Perairan untuk pengamatan benthos hal pertama yang dilakukan yaitu menyiapkan alat dan bahan diantaranya botol film sebagai wadah sempel benthos, tiang jala sebagai alat untuk menyaring organisme, pepet tetes untuk mengambil larutan alkohol 96%, benthos sebagai sampel , larutan alkohol 96% untuk mengawetkan sampel benthos, baju kicking sebagai alat untuk mengambil sampel benthos, sepatu kicking sebagai alat untuk mengambil sampel benthos. Lalu selanjutnya dipegang tiang jala dengan arah berlawanan arus, diaduk dasar perairan dua kali dengan memakai baju kicking sambil mendorong jala, diperiksa dalam jala jika terdapat batu atau ranting dicuci bersih di dalam jala, jala dibalik kearah luar sambil dibersihkan di dalam air, difilter kearah benthos di wadah atau nampan ke dalam botol film dengan menggunakan pinset lalu tambahkan alkohol 96% sebagai bahan pengawet, pengamatan benthos di laboratorium untuk benthos berukuran kecil diamati secara langsung dengan menggunakan mikroskop okuler atau loop, diamati bentuk serta jenis benthos lalu dicocokkan dengan buku indentifikasi benthos, dicari filum dan klasifikasinya.
Perifiton
Pada pengamatan perifiton pertama kali di lakukan adalah menyiapkan alat dan bahannya. Di antaranya yaitu botol film untuk tempat menyimpan sampel, mikroskop untuk pengamatan objek , objek glass untuk preparat pengamatan, cover glass untuk penutup objek glass, sikat gigi bekas untuk penggaruk yang memisahkan perifiton yang menempel pada objek, washing bottle untuk tempat aquades, buku presscot untuk identifikasi perifiton. Sedangkan untuk bahannya adalah perairan untuk sampel, lugol untuk preservasi, aquades untuk kalibrasi dan tissue untuk bahan pembersih alat-alat.
Sedangkan pengamatannya mula-mula perifiton di dapatkan dengan cara mengambil salah satu substrat di dalam lingkungan transek kemudian substrat tersebut di kerik bagian permukaan nya dengan menggunakan sikat gigi bekas seluas 2×2 cm2. Kemudian masukkan dalam botol film dan beri bahan preservasi lugol untuk mengawetkan sampel.
Pada pengamatan di laboratorium pertama membuat preparat terlebih dulu dengan cara membersihan objek glass dan cover glass dengan aquades kemudian mengambil sampel yang telah di awetkan tadi menggunakan pipet tetes, kemudian di letakkan pada objek glass dan tutup dengan cover glass. Kemudian letakkan preparat di bawah mikroskop untuk pengamatan. Atur perbesaran lensa 100-400 kali pembesaran. Kemudian amati perifitonnya dan cocokkan bentuk nya dengan buku presscot untuk mengetahui jenis dan fillum nya. kemudian catat dan gambar pada lembar yang telah di sediakan.
Plankton
Pada pengamatan plankton, alat-alat yang diperlukan adalah botol film, plankonet, timba, mikroskop, tali, objek glass, cover glass, washing bottle, dan buku identifikasi presscot. Adapun bahan yang dipakai adalah air kolam, lugol, kertas label, tissue dan aquadest. Adapun langkah-langkah yang diperlukan adalah planktonet dicelupkan kedalam perairan sampai terkena air seluruhnya, lalu dipasnagkan botol film diujunganya dan diikat. Air dan diambil dan disaring dengan planktonet. Lalu diberi bahan preservasi kurang lebih 3 tetes untuk konsentrasi plankton yang tertampung dalam botol film. Kemudian diberi label dan dimasukan kedalam cool box. Pada pengamatan plankton di laboratorium sampel awetan diambil dengan memakai pipet tetes lalu diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 100-400 kali perbesaran. Diamati dan digambar ciri-ciri species yang didapat, dococokan dengan buku identifikasi atau buku Presscot.
4.3 Analisa Hasil
4.3.1 Rantai Makanan Yang Terjadi
Rantai makanan yang terjadi didalam Ekosistem perairan baik di sungai dan di kolam saat praktikum Ekologi Perairan di mata air Sumber Awan Singosari. Di kolam terdapat fitoplankton yang berperan sebagai produsen utama atau produktifitas primer dan zooplankton sebagai konsumen tingkat saru  dan selanjutnya dimakan oleh ikan-ikan kecil. Sampai ikan –ikan besar yang ada dikolam tersebut. Sedangkan di dalam sungai terdapat perifiton  dan benthos yang saling membentuk rantai makanan dan juga dengan ikan- ikan kecil dan besar di sungai.
Menurut Musa  dan Uun (2006), rangkaian rantai makanan terbentuk saat ikan kecil dimakan oleh yang besar,ikan dimakan burung atau mamalia yang merupakan cross link diantara rantai makanan atau jarringan makanan. Masing- masing tingkat rantai makananorganisme akan dimakan oleh predator bergantung masing – masing ukuran organisme, pada tingkat yang lebih rendah ikan dibutuhkan oleh ratusan macro- invertebrate.
4.3.2 Hubungan Tiap Parameter Kualitas Air (Fisika dan Kimia)
Hubungan suhu dengan kecerahan dan arus
Suhu perairan dipengaruhi oleh intensitas cahaya yang masuk ke dalam air. Suhu selain berpengaruh terhadap berat jenis, viskositas, dan densitas air, juga berpengaruh terhadap kelarutan gas dan unsur-unsur dalam air. Sedangkan perubahan suhu dalam kolom air akan menimbulkan arus secara vertikal. Secara langsung suhu berperan dalam ekologidan distribusi plankton, baik fitoplankton maupun zooplankton (Subarijanti, 1994 dalam Apridayanti, 2008).
Pada praktikum Ekologi Perairan di mata air Sumber Awan Singosari diperoleh pengamatan bahwa arus di perairan tersebut tidak begitu deras dengan kecerahan yang 100%. Akan tetapi suhu pada perairan tersebut berkisar sekitar 21-23 C, hal ini dikarenakan banyaknya vegetasi yang ada di sekitar perairan.
Hubungan DO dengan suhu dan bahan organik
Menurut Michael (1984) dalam Siregar (2010), oksigen hilang dari air secara alami oleh adanya pernafasan biota dan penguraian bahan organik, aliran masuk air bawah tanah yang miskin oksigen dan kenaikan suhu. Kelarutan maksimum oksigen di dalam air terdapat pada suhu 0 C, yaitu sebesar 14,16 mg/l air. Sedangkan oksigen terlarut di perairan tidak lebih dari 8 mg/l.
Dari hasil pengamatan kualitas air di perairan Sumber Awan Singosari diperoleh kandungan DO berkisar 9 mg/l dengan suhu perairan rata-rata 21-23 C. Dari data tersebut menunjukkan bahwa kandungan DO di perairan tersebut tidak terlalu maksimum.
Hubungan pH dengan amonia
Menurut Barus (2004) dalam Siregar (2010), pH yang tinggi akan menyebabkan keseimbangan antara amonium dan amoniak dalam air akan terganggu, dimana kenaikan pH di atas normal akan meningkatkan konsentrasi amoniak yang juga bersifat sangat toksik bagi organisme.
Dari hasil pengamatan kandungan amonia dan pH pada perairan di Sumber Awan singosari didapatkan nilai pH yaitu 8 dan kandungan amonianya tergolong rendah yaitu 0,02. Hal ini dipengaruhi oleh nilai pH yang tidak tinggi bahkan mendekati netral.
Hubungan pH dengan CO2
Menurut Kristanto (2002) dalam Siregar (2010), nilai pH air yang normal adalah sekitar netral yaitu 6-8. Air yang masih segar dari pegunungan biasanya memiliki pH yang lebih tinggi. Semakin lama pH air akan menurun menuju kondisi asam. Hal ini disebabkan oleh bertambahnya bahan-bahan organik yang membebaskan CO2 jika mengalami proses penguraian.
Dari pengamatan yang dilakukan di perairan Sumber Awan Singosari diperoleh nilai pH sekitar 8 dan kandungan CO2 berkisar 20-35 mg/l. Hal ini menunjukkan telah terjadi pelepasan CO2 dalam perairan tersebut.
Hubungan nitrat dengan arus
Menurut Ulqodry, et al. (2009), adanya kandungan nitrat yang rendah dan tinggi pada kedalaman-kedalaman tertentu dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain adanya arus pada kedalaman air tersebut.
Pada pengamatan kandungan nitrat di perairan Sumber Awan Singosari diperoleh kadar nitrat sebesar 0,2 di sungai dan 0,1 di kolam. Nilai ini tergolong rendah karena pada perairan sungai terdapat arus sebesar 0,3-0,4 m/s dan kedalaman perairan yang tergolong dangkal.
4.3.3 Hubungan Parameter Kualitas Air (Fisika dan Kimia) dengan Benthos
Hubungan DO dengan benthos
Rendahnya kadar oksigen terlarut pada perairan dikarenakan substrat perairan sebagian besar berupa pasir dan lumpur. Ukuran partikel yang sangat halus disertai dengan sudut dasar sedimen yang datar menyebabkan air di dalam sedimen tidak mengalir keluar dan bertahan di dalam substrat. Hal ini akan menghasilkan penurunan kadar oksigen semakin tinggi sedimen maka semakin berkurang kandungan oksigen terlarut (Rakhmanda, 2011).
Dari hasil pengamatan substrat dan benthos yang didapat tidak terlalu banyak sehingga menyebabkan kandungan oksigen tinggi yaitu sebesar 12,5 mg/l karena DO tidak banyak berkurang. Hal ini menyebabkan organisme air termasuk benthos dapat berkembang dengan baik pada perairan tersebut.
Menurut Sastrawijaya (1991) dalam Yazwar (2008), kehidupan organisme akuatik berjalan dengan baik apabila kandungan oksigen minimal 5 mg/l.
Hubungan suhu dengan makrozoobenthos
Suhu dapat menjadi faktor penentu atau pengendali kehidupan flora dan fauna akuatis, terutama suhu di dalam air yang telah melampaui ambang batas (terlalu hangat atau dingin). Jenis fauna dan jumlahnya sangat dipengaruhi oleh kenaikan suhu dan penurunan suhu air, terutama dengan kenaikan suhu dalam air. Dari hasil pengukuran suhu pada perairan di perairan Sumber Awan Singosari berkisar antara 21-23 C. Kisaran suhu tersebut kurang sesuai dengan kehidupan makrozoobenthos di perairan sungai.
Karena dalam suatu literatur Hutabarat dan Evans (1985) dalam Rakhmanda (2011), menyatakan bahwa suhu untuk siklus hidup organisme akuatik berkisar 26-31 C.
Hubungan pH dengan benthos
Menurut Widiastuti (1983) dalam Rakhmanda (2011), kisaran pH substrat yang layak bagi kehidupan organisme akuatik berkisar antara 6,6-8,5.
Sedangkan pada pengamatan pH yang diperoleh di stasiun Benthos 3 di perairan Sumber Awan Singosari diperoleh nilai sebesar 8. Jadi nilai pH tersebut termasuk layak untuk pertumbuhan dan perkembangan organisme perairan tersebut.
Hubungan parameter fisika dan kimia dengan benthos tampak bahwa faktor lingkungan yang paling berpengaruh adalah jenis substrat dasar, kandungan oksigen terlarut, kandungan karbondioksida, serta kedalaman dan kecerahan air. Sedangkan faktor yang kurang berpengaruh adalah pH pada substrat, suhu air, dan suhu udara (Rakhmanda, 2011).
4.3.4 Hubungan Parameter Kualitas Air (Fisika dan Kimia) dengan Perifiton
a. Hubungan Suhu dengan Perifiton
Menurut Talaumbawa, et al., (2013), menyatakan suhu perairan yang   berkisar antara 20-30 oC. Merupakan nilai suhu yang masih tergolong dalam perairan yang menunjang kehidupan perifiton. Dan menurut Effendi (2003), dalam Talaumbawa, et al., (2003), alga dari filum Chlorophyta dan Bacillariophyta akan tumbuh baik pada kisaran suhu 30-35 oC dan 20-30 oC. Sedangkan jenis Cyianophyta lebih dapat bertoleransi terhadap kisaran suhu lebih tinggi.
Dari hasil pengamatan di lapangan dan pada laboratorium suhu pada sungai tempat stasiun berkisar 21 oC. Jadi suhu tersebut dapat menunjang kehidupan perifiton untuk bertahan hidup.
b. Hubungan Kecepatan Arus dengan Perifiton
Menurut Weleh (1980), dalam Weddyastuti (2011), dalam Teleumbawa, et al., (2013), menyatakan bahwa katagori untuk perairan yang berarus sedang berkisar antar 0,25-0,5 m/s. Hal ini disebabkan karena perbedaan topografi aiantar stasiun pengamatan perifiton yang hidup di dalamnya.
Dari hasil pengukuran kecepatan arus di stasiun 3 pada sungai di Sumber Awan, Singosari, Malangdiperoleh kecepatan arus 0,454 m/s. Jadi kecepatan tersebut dapat sesuai dengan kehidupan organism perifiton dalam perairan tersebut.
c. Hubungan Oksigen Terlarut dengan Suhu dan Perifiton
Menurut Wibowo (2004), dalam Teleumbawa, et al., (2013), organisme-organisme akuatik biasanya membutuhkan oksigen terlarut dengan kisaran 5-8 mg/l untuk dapat hidup secara normal. Nilai kelarutan oksigen dipengaruhi salah satunya suhu air.
Dari hasil pengamatan perifiton di stasiun 3, Sungai Sumber Awan, Singosari, Malang diperoleh kadar DO yaitu sekitar 9-12 mg/l. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan DO tersebut tergolong tinggi dan melebihi kebutuhan normal oksigen terlarut pada organisme. Sehingga menyebabkan cuaca dan keadaan disekitar stasiun pengamatan sejuk.
d. Hubungan Nitrat dengan Perifiton
Menurut Effendi (2003), dalam Teleumbawa, et al., (2013), perairan yang alami memiliki kandungan nitrat < 0,1 mg/l dan kondisi pencemaran yang antopogenik > 5 mg/l, kisaran nitrat yang baik untuk pertumbuhan perifiton antara 0,01-5 mg/l.
Dari hasil pengamatan yang dilakukan pada stasiun 3 di daerah Sungai Sumber Awan, Singosari, Malang diperoleh kandungan nitrat pada air sampel perifiton yaitu sebesar 0,23 mg/l. Jadi kadar tersebut menandakan bahwa perairannya alami dan baik untuk pertumbuhan perifiton berdasarkan literature diatas.

4.3.5 Hubunagna Parameter Kualitas Air (Fisika dan Kimia), dengan Plankton
Hubungan Suhu dengan Plankton
Suhu berpengaruh langsung terhadap proses metabolisme sel organism air. Menurut Effendi (2003), dalam Apridayanti (2008), peningkatan suhu menyebabkan peningkatan kecepatan proses metabolisme air dan respirasi organism organism air. Selanjutnya mengakibatkan peningkatan dekomposisi bahan organic mikroba. Kisaran suhu yang optimum bagi pertumbuhan fitoplankton adalah antara 20-31 oC.
Suhu di kolam berdasarkan hasilpengamatan pad akolam untuk pengamatan plankton dilakukan pada pukul 09.30 WIB. Alat yang digunakan yaitu Thermometer Hg, dan diperoleh suhu berkisar antara 22 oC. Pada dasarnya suhu berpengaruh langsung terhadap aktivitas dan pertumbuhan organism air. Organisme air memiliki kisaran tertentu untuk dapat tumbuh dengan baik sehingga berdasarkan keterangan di atas maka dapat dikatakan bahwa suhu di kolam Sumber Awan , Singosari , Malang masih optimum untuk pertumbuhan fitoplankton.
Hubungan pH dengan Plankton
pH kolam berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum Ekologi Perairan menggunakan pH paper pada pukul 09.30 WIB didapatkan nilai pH 8. Hal ini menunjukan bahwa kolam berada dalam kondisi basa. Tingkat basa suatu perairan disebabkan oleh karbonat hidroksida dan bikarbonat. Jika pH perairan asam maka organisme akuatik tidak akan mampu mempertahankan hidup dan akan menunjukkan pertumbuhan kearah negative.
Hal ini sesuai dengan Witzel (1979), dalam Wijaya (2009), nilai pH sebagai penentu dominasi fitoplankton. Pada umumnya algae biru lebih menyukai pH netral sampai basa dan respon pertumbuhan negative terhadap pH asam (<6). Pada umumnya Crysophyta ada pada kisaran Ph 4,5- 8,5, dan diatom pada pH netral akan mendukung keragamannya.


Hubungan Kecerahan dengan Plankton
Nilai kecerahan pada praktikum Ekologi Perairan yang dilaksanakan pukul 09.30 WIB, denagn menggunakan alat secchi dish di dapatkan hasil kecerahan 100%. Nilai kecerahan dipengaruhi oleh ada tidaknya tumbuhan yang menutupi perairan. Nilai kecerahan ini sangat baik untuk pertumbuhan plankton terutama fitopalnkton karena fitoplankton membutuhkan sinar matahari untuk fotosintesis.
Menurut Kordi dan Tanjung (2005), dalam Handayani (2009), semua plankton menjadi bahaya apabila kekeruhan kurang dari 25 cm. Kekeruahan yang menghambat penetrasi cahaya matahari dalam proses fotosintesis fitoplankton.
Hubungan DO denagn Plankton
Dalam praktikum Ekologi Perairan untuk pengukuran DO di peroleh kandunagn sebesar 19,59 mg/l. Nilai ini termasuk tinggi dan bagus untuk perkembangan organisme fitoplankton dalam perairan tersebut  serta untuk organismse akuatik. Hal ini menunjukkan bahwa banyak organime Fitoplankton dalam perairan tersebut yang berfotosintesis dan adanya banyak tumbuhan hijau disekitar kolam.
Menurut Sanusi (2004), dalam Yazwar (2009), nilai DO yang cukup baik bagi kehidupan organisme akuatik berkisar antara 5,45 7,00  mg/l. Selain itu keberadaan oksigen di perairan ditemukan oleh kelimpahan fotoplankton. Hal ini erat kaitannya dengan kandunagn klorofil pada fitoplankton yang menghasilkan oksigen pada proses fotosintesis (Subarijanti, 1990 dalam Apridayanti, 2008).






5. PENUTUP

Kesimpulan
Dari praktikum Ekologi Perairan dapat disimpulkan bahwa :
Ekologi Perairan adalah ilmu yang mempelajari hubungan organisme dengan lingkunganya yaitu organisme perairan dan lingkungan akuatik
Kolam adalah daerah perairan kecil dimana zona litoralnya relatif besar dan daerah limnetiknya secara profundal kecil bahkan tidak ada.
Sungai dicirikan dengan adanya arus yang searah dan relatif kencang dengan kecepatan pada saat praktikum diperoleh berkisar 0,3-0,45 mg/s, serta sangat dipengaruhi oleh waktu, iklim dan cuaca serta pola drainase
Siklus hidrologi air tergantung pada proses evaporasi dan presipitasi
Benthos merupakan makhluk hidup yang melekat atau sedang beristirahat pada dasar perairan atau yang hidup didasar sedimen perairan
Perifiton adalah organisme yang hidup menempel pada subtrat yang tenggelam seperti batu, kayu dan subtrat lainnya
Plankton adalah orgaisme yang hidup melayang dalam perairan, pergerakannya sedikit atau tidak sama sekali dan sangat dipengaruhi oleh arus, organisme halus dan dapat pula disebut jasad-jasad renik
Dalam praktikum ini, benthos yang banyak ditemukan adalah dari famili piscicolides dengan species Spirotaenia condensata dan Roya obtusa. Sedangkan untuk plankton yang ditemukan adalah Acanthrocylops robustus, Diocyclops thomasi dan Plevroxus striatus
Faktor fisika yang mempengaruhi kualitas air pada sungai dan kolam yaitu suhu, urus dan kecerahan
Faktor kimia yang mempengaruhi kualitas air pada sungai dan kolam yaitu PH, DO, CO2, Nitrat, Amonia, Orthofosfat dan TOM
5.2 Saran
Pada praktikum Ekologi Perairan disarankan kepada praktikan agar :
Lebih teiliti dan berhati-hati saat mengambil sampel agar data yang didapat lebih tepat
Lebih teiliti didalam melakukan pengmatan di Laboratorium agar hasil yang didapatkan lebih valid
Lebih teliti didalam melakukan perhitungan agar hasil yang di dapat lebih tepat dan benar
Berhati-hati didalam menggunakan perlatan praktikum baik di lapang maupun di Laboratorium.























DAFTAR PUSTAKA

Apridayanti, Eka. 2008. Evaluasi Pengelolaan Lingkungan Perairan Waduk Lahur Kabupaten Malang, Jawa Timur. Tesis. Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro : Semarang
Barus, T.A. 2002. Pengantar Limnologi. USU Press : Medan
Batu, Jamar T.F. 1983. Catatan Kuliah Ekologi Umum IPB : Bogor
Efendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Konisius : Yogjakarta
Goldmen Dan Hoine. 1983. The Basic Aquaculture. Vol 1 UTJ: Japan
Google Images. 2014. Gambar Siklus Air. http://www.googleimage.com. Diakses Pada Tanggal 07 Mei 2014 Pada Pukul 17.05 WIB
Google Images. 2014. Rantai Makanan. http://www.googleimage.com. Diakses Pada Tanggal 07 Mei 2014 Pada Pukul 17.06 WIB
Google Images. 2014. Gambar Benthos. http://www.googleimage.com. Diakses Pada Tanggal 07 Mei 2014 Pada Pukul 17.11 WIB
Google Images. 2014. Gambar Perifiton. http://www.googleimage.com. Diakses Pada Tanggal 07 Mei 2014 Pada Pukul 17.12 WIB
Google Images. 2014. Gambar Plankton. http://www.googleimage.com. Diakses Pada Tanggal 07 Mei 2014 Pada Pukul 17.13 WIB
Handayani, Dian. 2009. Kelimpahan dan Keanekaragaman Plankton di Perairan Pasang Surut Tambak Blanakan Subang. Fakultas Sains dan Ilmu Teknologi . UIN Syarif Hidayatullah : Jakarta
Heddy, Suwarsono dan Metty Kurniati. 1994. Prinsip-Prinsip Dasar Ekologi. PT Raja Grafindo Persada : Jakarta
Irwan, Zoeraini Djamal. 1997. Ekosistem Komunitas Lingkungan. Bumi Aksara: Jakarta.
Mahmudi, Muhammad. 2005. Produktivitas Perairan. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Universitas Brawijaya : Malang.
Musa, M dan Uun Yanuhar. 2006. Diktat Limnologi. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Universitas Brawijaya : Malang.
Nyabakken, James W. 1988. Biologi Laut, Suatu Pendekatan Ekologi ”Alih Bahasa”. PT Gramedia : Jakarta.
Odum, Eugene P. 1993. Dasar-dasar Ekologi. ”Alih Bahasa”. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta.
Purwanti, Sri. Richi Hariyanti dan Eny Wiryani. 2011. Komunitas Plakton Pada Saat Pasang dan Surut diperairan Muara Sungai Demaan Kabupaten Jepara. Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Matematika. Universitas Diponegoro : Semarang.
Resosoedarmo, Soedrijan. Kuswata Kartawinata dan Aprilani Soegiarto. 1990. Pengantar  Ekologi. PT Remaja Roesdakarya : Bandung.
Rakhmanda, Andhika. 2011. Estimasi Populasi Gastropoda di Sungai Tambak Bayan Yogjakarta. Jurusan Perikan Fakultas Pertanian. Universitas Gadjah Mada : Yogjakarta.
Rifqi, Arif. 2009. Hubungan Ekologi Dengan Ilmu Lain, Populasi Dan Komunitas. Fakultas Biologi. Universitas Nasional : Jakarta Selatan.
Sari, T. Ersti Yulika dan Usma. 2012. Studi Parameter Fisika dan Kimia Daerah Penangkapan Ikan Perairan Serat Asam Kabupaten Kepulauan Meranti Propinsi Riau. Fakultas Perikanan dan Ilmu Perikanan. Universitas Riau : Riau.
Siregar, Miran Hasudungan. 2009. Studi Keanekaragaman Plankton di Hulu Sungai Asahan Porsea. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetauan Alam Universitas Sumatera Utara : Medan.
Smith, Robert Lio. 1992. Element Of Ecology. West Virginia University.
Telaumbamia, Betzy Victor. Terna Alexander dan Ani Suryani. 2013. Produktivitas Primer Perifiton Di Sungai Nobursahan Sumatera Utara. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara : Medan.
Ulqodry, T Zia, Yulisman dan Muhammad Syahdan. 2009. Karakteristik dan Sebaran Nitrat, Fosfat Dan DO di Perairan Karimun Jawa Tengah. FMIPA Universitas Sriwijaya dan FPIK IPB : Bogor.
Ward, Jivi. 1992. Aquatic Insect Ecology, Biology dan Habitat John Willy Sons, Inc : New York.
Wibisono, M.S. 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. Gramedia Widiasana Indonesia : Jakarta.
Wijaya, Habib Krisna. 2009. Komunitas Perifiton dan Fitoplankton Serta Parameter Fisika dan Kimia Perairan Sebagai Penentu Kualitas Air di Bagian Hulu Sungai Cisadaene, Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. IPB : Bogor.
Wijayanti, M.Hemy. 2007. Kajian Kualitas Perairan Di Pantai Kota Bandar Lampung Berdasarkan Komoditas Hewan Makrobenthos. Tesis. Universitas Diponegoro : Semarang.
Wolf, Larry L Dan SJ Naughton. 1998. Ekologi Umum. Universitas Diponegoro : Semarang.
Yazwar. 2008. Keanekaragaman Planktond Dan Keterkaitannya Dengan Kualitas Air dari Parapa Danau Toba. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana. Universitas Sumatera Utara : Medan.
Yuniarti, Koniya. 2014. Biologi dan Metode Kultur Plankton Sebagai Pakan Alami Larva Hewan Air. Fakultas Ilmu Perikanan UNG.